Ilustrasi : Mencontek |
Saat saya menyampaikan kisi-kisi soal
semesteran genap kepada peserta didik saya kelas X, di saat itulah saya
memberikan motivasi terakhir selama pembelajaran semester genap. Saya sampaikan
bahwa saat kita akan menempuh sebuah perjalanan panjang, maka mempersiapkan
perbekalan itu sangat penting. Perbekalan yang cukup sehingga tidak merasa
kehausan dan kelaparan di tengah perjalanan, yang pada akhirnya sampailah di
ujung perjalanan yang melelahkan itu. Hanya saja, perbekalan yang dibawa adalah
bekal yang halal dan diperoleh dengan cara yang halal pula.
Allah SWT mengingatkan kita dalam
menghadapi situasi pertempuran, maka “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka
kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk
berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan
musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang
Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan
dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”
(Al-Anfal : 60).
Saya jelaskan kepada mereka, bahwa ayat ini
turun dalam konteks peperangan. Jika kita sandingkan dalam konteks menghadapi
ujian atau semesteran, maka sesungguhnya menyiapkan bekal itu wajib hukumnya. “Dan
siapkanlah” adalah kata perintah ( Fi’il Amr ) yang memiliki makna
keharusan dan wajib. Perbekalan yang dimaksudkan di sini adalah, belajar yang
giat dengan konsep cicilan bukan SKS (Sistem Kebut Semalam) dan mengefektifkan
belajar. Memperbanyak latihan bagi pelajaran yang membutuhkan latihan semisal
matematika, fisika dan kimia. Demikian pula, menghafal dan memahami
konsep-konsep dasar serta menambah wawasan dalam hal pelajaran yang membutuhkan
penalaran. Meningkatkan kuantitas dan kualitas belajar merupakan bekal yang
harus dipenuhi juga. Terakhir, bekalnya adalah berdoa karena yang memberikan
keberhasilan hanyalah Allah SWT.
Kata “ kuda-kuda yang ditambat”, maksud
dalam konteks ini adalah segala fasilitas haruslah dipenuhi. Buku-buku
referensi, catatan yang belum lengkap segera dilengkapi, peralatan belajar dan
sebagainya. Jika semua sudah dilengkapi baik kekuatan dan sarana pelajaran,
maka niscaya musuh-musuhmu ( soal-soal) akan bisa ditaklukan dengan mudah. Di
ujung ayat, Allah SWT memberikan support alternatif bahwa segala yang kalian
nafkahkan di jalan Allah, yang dalam konteks ini adalah keringat, waktu, ibadah
wajib dan sunnah, juga infak maka Allah SWT akan membalas dengan yang lebih
baik.
Dalam ayat itu Allah SWT menggunakan kata “Yuwaffa”
merupakan “Fi’il Mudhori’” atau “present Cotinue future tense” dibalas
dengan cukup dan akan selalu dibalas dan “wa antum la tudzlamun” dan
kalian tidak akan teraniaya, maksudnya beruntung. Berarti, semua yang
dikeluarkan di jalan menuju ulangan misal : infak di masjid, berdoa, mendoakan
orang dll akan dibalas dengan lebih baik, bukan dibalas “impas”, tetapi dibalas
yang menyebabkan keberuntungan atau tidak teraniaya. Semua peserta didik saya
terdiam.
Kemudian, saya buka sesi pertanyaan. Ada
salah seorang bertanya, “ Pak, gimana kalau pelit ?“.
“ Pertanyaan bagus” sambut saya.
Saya kemudian memberikan jawaban, “Pelit harta hukumnya haram. Tapi pelit dalam
ulangan/ujian adalah wajib hukumnya. Kalau perlu wajib a’in.” Semua kaget.
Termenung. Diam.
Sepi.
Tiba-tiba, ada yang nyeletuk, “ Nggak punya sosial dan
kebersamaan dong pak ?”
Saya tersenyum. “ Malah dengan pelit itu,
rasa sosialnya tinggi. Empati dan simpatiknya tinggi” mereka tambah bingung. “
Kok, bisa pak” seorang peserta didik bertanya ingin tahu.
“ Ya, bisa dong. Kalian tahu, kalau
mencontek, memberi contekan, meminta contekan itu sama saja dengan tindakan
“barbar” alias tindakan kejam. ?“
Saya masih melanjutkan, “ Orang memberikan
jawaban/kunci adalah sama saja dengan memberi belati kepada yang meminta atau
yang diberi kemudian menyuruhnya untuk membunuh dirinya sendiri. Atau memberi
racun tikus, bukan untuk membunuh tikus tapi meracuni diri sendiri” mereka
tambah bengong.
“Dalam tujuan syariat (maqosid syariah)
diberikan kepada manusia bahwa salah duanya adalah memelihara jiwa dan
kehormatan manusia. Nah, bukankah dengan memberikan jawaban (contekan) kepada
orang lain berarti membunuhnya dan merendahkan martabat manusia lainnya. Setiap kita memberikan jawaban contekan, maka saat itu pula yang menerima jawaban contekan akan mengalami pembunuhan masal pada syaraf-syaraf
otaknya. Syaraf kreatifitas, syaraf syukur, syaraf kerja keras semuanya akan
mati seketika. Andai ini terjadi sepanjang hidupnya, tentunya kita sudah bisa
menduga. Kematian syaraf, kematian nurani dan kematian bangsa ini !” Lantas, contekan dan atau memberi contekan apa hukumnya ? Saya, dengan
mantap mengatakan “ HARAM !!”
Betapa bahayanya kegiatan contek
mencontek ini jika dibudayakan di kalangan pelajar yang notabenenya adalah
penerus bangsa ini. Mau jadi apa bangsa ini ? Jikalau boleh saya tuliskan effek
positif dari mencontek, contekan dan atau memberi contekan adalah :
a.
Bagi peminta contekan otaknya semakin mahal, jika
dijual karena otaknya tidak pernah digunakan untuk mikir;
b.
Bagi pemberi contekan, kelak akan menjadi tukang
suap (nyogok) kalau jadi pemimpin;
c.
Bagi peminta contekan dan suka mencontek, kelak
akan jadi koruptor dan peminta-minta bahkan memaksa orang lain untuk memenuhi
keinginannya;
d.
Bagi pencontek, menjadi pemberani yang tangguh
karena berusaha berkali-kali lolos dari pengawasan guru yang mengawasi, tapi
tidak mungkin lolos dari CCTV Allah SWT;
e.
Bagi pemberi contekan; menjadi kaum Barbar karena
membunuh orang banyak secara tidak langsung;
f.
Yang lainnya boleh anda tulisakan disini....
Itulah saya kira yang bisa saya
tuliskan di sini sebagai refleksi atas kondisi peserta didik saya, mungkin anda
juga, yang saya pikir menjadi kewajiban bagi kita untuk menolong mereka agar
tidak terjadi bunuh diri masal. Sekali lagi, bunuh diri masal !
Wallohu a’lam bisshowab.
Posting Komentar
Terima kasih telah membaca, mudah-mudahan apa yang anda baca ada manfaatnya. Dengan senang hati, jika anda berkomentar pada tempat yang disediakan dengan bahasa yang santun..