Ilustrasi : Sakit |
“Segeralah kalian melakukan amal shalih karena
tujuh hal. Apakah kalian menunggu hingga mengalami kefakiran yang melupakan,
kekayaan yang melampaui batas, penyakit yang membinasakan ………...”
(HR. Tirmidzi, no. 2306).
Saudaraku,
Apa yang kita rasakan saat kita sakit? Terbaring lemah di tempat tidur
atau terbujur ringkih saat dirawat di rumah sakit, atau tergeletak di atas
pembaringan. Tentunya kita merasakan lemah tak berdaya. Mengharap jengukan dan
do’a-do’a kesembuhan dari orang-orang dekat dan sahabat –sahabat setia kita.
Mendamba perhatian dan pelayanan istimewa dari pendamping hidup yang setia
menemani hari-hari dan malam-malam kita. Dan seterusnya.
Pada saat sakit, kesombongan diri tergerus. Kebanggan diri terkoyak.
Kekuatan tubuh terenggut. Tubuh terkulai lemah. Tiada daya dan tenaga yang
dibutuhkan. Menikmati indahnya kuliner tak lagi melintas di benak. Gemerlapnya
mall dan pusat perbelanjaan hilang dari ingatan. Jabatan dan profesi terpendam
di dasar obsesi. Ke-ego-an diri terkubur. Bayangan kematian melintas.
Keshalihan diri berasa mengganjal di hati, karena ada kekhawatiran bekal belum
mencukupi untuk bertemu Ilahi Rabbi.
Kala sakit, senyuman terindah tercerabut berganti awan gelap. Kekayaan
yang selama ini dikumpulkan, justru mengkhawatirkan diri. Mempersoal masa depan
anak-anak sepeninggal diri, padahal di waktu sehat mereka kurang mendapat
perhatian yang semestinya dari kita. Dan seterusnya.
Saudaraku,
Sakit menimpa dan menyerang siapa saja tanpa terkecuali. Ia tidak
mengenal kedudukan, profesi, jabatan, pekerjaan, keadaan, usia, status sosial
dan tempat domisili kita.
Sakit mendatangi penguasa dan rakyatnya. Pejabat publik mau pun orang
biasa. Anggota legistatif maupun pemilihnya. Rektor, ketua Sekolah tinggi,
dosen, tata usaha maupun mahasiswa. Guru dan peserta didik. Pengusaha maupun
pemulung. Kaya atau pun miskin. Orang tua, remaja dan anak-anak. Berjenis
laki-laki maupun perempuan atau di antara keduanya.
Saudaraku,
Sewaktu sakit, apalagi sakitnya kronis, kita melihat orang yang sehat
bugar tubuhnya seperti orang yang memakai mahkota kebahagiaan. Seandainya saja
kesehatan itu bisa ditukar dengan lembaran-lembaran bergambar Soekarno-Hatta,
intan permata atau bentangan sawah nusantara, tentu akan dibeli oleh
orang-orang yang berharta.
Terkait dengan wabah menakutkan yang saat ini menyebar di dunia; COVID
19, hanya merupakan salah satu bentuk peringatan dari yang Maha Kaya, Maha
Berkuasa atas segala sesuatu. Bahwa kita adalah makhluk yang lemah tak berdaya.
Yang membutuhkan kasih sayang dan pertolongan dari-Nya. Kita bukan siapa-siapa
tanpa rahmat dan penjagaan-Nya.
Makhluk Allah yang teramat kecil, tak mampu terdeteksi oleh panca indera
kita, telah merubah wajah dunia. Membuka tabir watak keaslian manusia. Suka
berbagi atau egoistik. Pro rakyat atau sebaliknya. Mudah mengadu kepada makhluk
dan mencela orang di alam sekitar. Bijak dalam bersikap dan bertindak atau
zalim dan berbuat aniaya. Dan tentunya, kita dapat menakar seberapa kokoh
keimanan yang bersemayam di dalam hati kita. Atau justru topeng ke-hipokrit-an
kita terkuak di hadapan publik. Wal-iyadzu billah.
Saudaraku,
Bagi kita yang diberi kurnia sehat wal afiat, bersyukurlah dan
maksimalkan diri untuk mempertebal keimanan, mendaki puncak ubudiyah,
memperbuat kebaikan, mengukir kebajikan, memperbanyak amal shalih dan
menorehkan keberkahan.
Nikmat sehat, termasuk warna nikmat dan karunia-Nya yang sering
dilupakan manusia. Rasulullah s.a.w pernah mengingatkan umatnya, “Ada dua
nikmat yang dilalaikan banyak orang; sehat dan waktu luang.” (HR. Bukhari no.
6412, dari Ibnu ‘Abbas r.a).
Tubuh yang sehat, jika tidak dibuatkan paket kebaikan untuknya, maka
akan mengundang datangnya paket keburukan dan dosa. Imam Syafi’i rahimahullah
bertutur, “Jika seseorang tidak menyibukan diri dengan kebaikan, pasti ia akan
dilelahkan dengan keburukan.”
Lidah kering dari kata syukur dan memuji-Nya. Akal kosong dari
memperhatikan tanda-tanda kebesaran-Nya di alam semesta ini. Hati sepi dari
memahami ayat-ayat-Nya.
Badan tak digerakkan untuk melayari samudera ubudiyah, bergabung dengan
gerbong perbaikan umat. Tangan seolah terkunci untuk berbagi dan berat menolong
orang-orang lemah dan kaum yang membutuhkan karena ketidak berdayaan mereka.
Kaki enggan diayunkan untuk bersilaturahim kepada orang-orang yang telah
berjasa dalam hidup kita; orang tua, karib kerabat, para masyaikh, penyeru
dakwah, ustadz, guru, tokoh masyarakat dan lain sebagainya.
Saudaraku,
Bagi kita yang diuji dengan kesehatan yang terganggu, supaya sakit yang
menyapa kita tidak menjadi momok di dunia dan menggelapkan masa depan kita di
sana. Di akherat sana. Kita lakukan beberapa hal berikut;
Pertama, memuji Allah. Karena kita tidak diberi ujian sakit yang lebih
parah dari yang kita derita. Karena kita dikaruniakan kesabaran dalam
menghadapinya. Dan karena kita merasakan bahwa sakit itu bentuk pengajaran
dari-Nya untuk kebaikan kita.
Kedua, memperbanyak do’a dan menggantungkan harapan kesembuhan pada-Nya.
Karena Dia-lah al-Syafi’ (Penyembuh) penyakit yang kita derita. Tanpa
kesembuhan dari-Nya, kita tak akan dapat terbebas dari penyakit yang mendera
kita walapun semua orang yang mengenal kita mendo’akan kesembuhan untuk kita.
Ketiga, mencari sebab kesembuhan (ikhtiar) yang dibenarkan dari sudut
pandang syar’i. Dengan meminta do’a dari orang-orang shalih, menjalani terapi
kesehatan yang tidak menyalahi syari’at; bantuan dokter, ruqyah syar’iyah,
bekam dan lain sebagainya.
Keempat, memasrahkan diri di hadapan-Nya dan mengharap manfaat dari
ujian sakit ini. Bukti kekuatan iman jika kita sabar. Meninggikan derajat di
surga. Penebus dosa dan kesalahan yang pernah kita perbuat dalam hidup. Sebagai
bentuk kasih sayang Allah atas kita. Dan seterusnya.
Saudaraku,
Sakit yang mendera kita bisa menjadi berkah dan kebaikan bagi kita, jika
kita mensikapinya secara benar sesuai petunjuk nubuwah. Dan ia bisa menjadi
bencana dunia dan kesengsaraan di akherat, jika kita salah pandang dan keliru
dalam bersikap dan bertindak. Wallahu a’lam bishawab.
Metro, 30 April 2020
Fir’adi Abu Ja’far
Posting Komentar
Terima kasih telah membaca, mudah-mudahan apa yang anda baca ada manfaatnya. Dengan senang hati, jika anda berkomentar pada tempat yang disediakan dengan bahasa yang santun..