Corona Virus |
Kasus virus corona di Indonesia terus bertambah.
Berlipat ganda dari hari ke hari. Sama seperti sifat virus SARS-CoV-2 yang akan
berlipat ganda ketika masuk ke dalam tubuh manusia, lalu bersemayam di paru
yang menjadi reseptor, dan berkembang biak di sana.
Dalam
konferensi pers update kasus COVID-19 di Indonesia, Juru Bicara Penanganan
Corona, Achmad Yurianto, sempat menyinggung ihwal sifat corona yang katanya
dapat berkembang biak dengan cara mereplikasi diri dan bermutasi.
“Sifat corona ini adalah mampu berkembang biak dengan
cara memecah, mereplika diri dan mutasi. Maka rentan apabila orang yang gak
patuh untuk tetap di rumah terpapar berulang-ulang oleh pembawa virus yang
lain. Jumlah virus yang masuk ke tubuh akan berpengaruh terhadap keluhan
klinisnya. Semakin banyak virus masuk ke tubuh, semakin berat gejala fisik yang
muncul," ujar Yuri dalam konferensi persnya, Senin (13/4).
Lalu, seperti apa sebenarnya sifat virus corona?
Benarkah mereka bisa bermutasi menjadi lebih ganas? Untuk menjawab hal itu,
mari simak penjelasan berikut ini.
Virus corona merupakan jenis virus selubung atau sampul (enveloped virus) yang
dilindungi lapisan tersusun dari protein dan minyak yang dikenal sebagai lipid
bilayer. Lapisan protein tersebut mirip dengan duri mahkota. Duri-duri tersebut
berguna dalam mengikat membran sel inang untuk mengaktifkan enzim furin.
Enzim furin banyak ditemukan dalam organ tubuh
manusia, seperti paru-paru, hati, dan usus kecil. Inilah yang membuat virus
mudah menyerang organ-organ tersebut.
Virus corona sendiri punya sifat yang sensitif
terhadap panas. Mereka akan mati jika terkena suhu 56 derajat Celcius dalam
waktu 30 menit. Virus ini juga membutuhkan inang sebagai tempat berkembang
biak. Ia akan mati ketika berada di luar tubuh makhluk hidup dalam jangka waktu
yang bervariatif, tergantung suhu atau tempat virus berada.
Virus corona memiliki RNA positif sebagai genomnya, dan biasanya sering disebut
RNA virus. Mutasi virus terjadi pada saat replikasi. Virus RNA bermutasi
sekitar 1 juta kali lebih cepat ketimbang virus DNA.
Hasil penelitian The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat menemukan, bahwa gen protein yang membentuk tubuh virus corona penyebab penyakit SARS jauh berbeda dengan virus corona yang diketahui selama ini.
Dilihat dari jenis antigennya, virus corona dibagi atas tiga kelompok. Detailnya begini, hasil analisis gen dan asam amino pembentuk protein N, S, dan M, menunjukkan bahwa virus corona SARS terpisah dari ketiga kelompok ini. Artinya, virus yang menjadi penyebab SARS adalah jenis virus corona baru yang merupakan hasil dari mutasi, virus inidiberi nama virus SARS-CoV.
Begitupun dengan virus corona penyebab penyakit COVID-19. Virus SARS-CoV-2 diduga merupakan virus corona yang telah bermutasi, dan masih satu keluarga dengan virus penyebab penyakit SARS. Dalam penelitian terbaru yang dilakukan para ilmuwan dari Cambridge, Inggris, dan Jerman, virus corona SARS-CoV-2 telah bermutasi menjadi tiga tipe yang berbeda, di mana ketiganya memiliki tingkat infeksi dan keparahan yang berbeda saat menginfeksi inangnya.
Bagaimana cara virus corona berkembang biak?
Hasil riset gabungan dari ilmuwan Berlin Institute of Health, Charité-Universitätsmedizin Berlin, dan Thorax Clinic di Heidelberg University Hospital mengungkap, virus corona secara khusus menyerang sel-sel progenitor bernama sel sekretori transien bronkial di paru-paru. Keberadaan sel ini memicu peradangan luas di saluran pernapasan. Penyebab utamanya, sel transien bronkial mengandung banyak reseptor virus corona SARS-CoV-2. Untuk menginfeksi seseorang, virus corona membutuhkan reseptor ACE-2 serta satu sampai dua kofaktor (senyawa kimia non-protein) supaya duri protein virus dapat menempel pada sel-sel sehat, lantas menimbulkan infeksi.
Peneliti menemukan, sel transien bronkial di paru-paru memiliki reseptor dan kofaktor tersebut sehingga virus bisa menetap di saluran pernapasan dan bereplikasi. Ketika berada di dalam paru-paru, mereka akan berkembang biak dengan cara memecah diri, bereplikasi,
dan bermutasi. Dijelaskan Professor Christine Jenkins, ketua Lung Foundation Australia dan seorang dokter pernapasan terkemuka, saat infeksi mulai terjadi di tubuh manusia, sistem imun akan merespons dan mencoba melawan virus dengan imun tubuh yang ada. “Setelah seseorang terinfeksi di paru-parunya, kemudian infeksi itu melibatkan kantung udara, maka respons tubuh yang pertama kali muncul adalah mencoba melawan dan menghancurkan virus, serta membatasi virus untuk berkembang biak,” katanya.
Setiap orang, memiliki mekanisme respons awal yang berbeda, tergantung pada kondisi tubuh orang tersebut. Orang yang berusia 65 tahun ke atas sangat berisiko terkena pneumonia. Begitu juga dengan orang yang memiliki riwayat penyakit penyerta, seperti jantung, ginjal, diabetes, asma dan bayi berusia 12 bulan. Itulah yang menyebabkan kenapa banyak korban meninggal akibat virus corona datang dari kelompok lanjut usia, atau mereka yang punya penyakit penyerta.
Posting Komentar
Terima kasih telah membaca, mudah-mudahan apa yang anda baca ada manfaatnya. Dengan senang hati, jika anda berkomentar pada tempat yang disediakan dengan bahasa yang santun..