Abjadiyatul Khuthuwath (Sistematika Langkah)
Saat ini kita dihadapkan pada realita dimana kondisi umat Islam sangat tidak ideal. Mayoritas umat—di berbagai negeri Islam—kini berada dalam keadaan lemah; baik dalam aspek aqidah, pendidikan, tsaqafah, dakwah, soliditas, maupun akhlak.[15] Belum lagi ragam problematika akibat penjajahan begitu nyata terlihat: negeri-negeri muslim tercerai-berai, pengaruh dan penjajahan bangsa asing dalam aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya mencengkram kuat; umat kini mengalami kemunduran peradaban, pola pikir yang keliru merebak, dan kejiwaan mereka pun lemah. Di sisi lain, kekuatan internasional yang memusuhi Islam memiliki keunggulan perencanaan, pengorganisasian, dan sarana-sarana yang memadai.
Maka kita harus sabar dalam meniti jalan dan membangun fondasi yang kokoh. Menggiring umat untuk bergabung lagi di bawah panji Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, menuntut langkah bertahap dalam penerapannya. Oleh karena itu, salah seorang reformis Islam abad ini, Syaikh Hasan Al-Banna rahimahullah merumuskan abjadiyatul khuthuwath (sistematika langkah) yang dikenal dengan maratibul ‘amal (tingkatan amal) yang hendaknya dilakukan oleh setiap pribadi muslim dan juga gerakan dakwah demi tegaknya izzul Islam wal muslimin. Berikut ini rumusan tingkatan amal yang beliau tawarkan:
Pertama, perbaikan diri (ishlahu nafsih), sehingga menjadi pribadi yang memiliki kekuatan fisik (qawiyyul jism), akhlak yang kokoh (matinul khuluq), wawasan yang luas (mutsaqqaful fikri), mampu mencari penghidupan (qadirun ‘alal kasbi), aqidah yang bersih (salimul aqidah), ibadah yang benar (shahihul ibadah), kemampuan mengendalikan diri (mujahidun linafsih), kemampuan menjaga waktunya (harisun ‘ala waqtihi), kemampuan menata urusannya (munazham fi syu’unihi), dan bermanfaat bagi orang lain (nafi’un li ghairihi).
Kedua, pembentukan keluarga muslim (takwinu baitin muslim), yaitu dengan mengarahkan keluarganya agar menghargai pemahaman Islam, menjaga etika Islam dalam setiap aktivitas rumah tangganya, memilih istri yang baik dan menjelaskan kepadanya hak dan kewajibannya, mendidik anak-anak dan pembantunya dengan didikan yang baik, serta membimbing mereka dengan prinsip-prinsip Islam.
Ketiga, bimbingan masyarakat (irsyadul mujtama’), yakni dengan menyebarkan dakwah, memerangi perilaku kotor dan mungkar, mendukung perilaku utama, amar ma’ruf, bersegera mengerjakan kebaikan, menggiring opoini umum untuk memahami fikrah islamiyah, dan mencelup praktik kehidupan dengannya terus menerus.
Keempat, pembebasan tanah air (tahrirul wathan) dari setiap penguasa asing—non Islam—baik secara politik, ekonomi, maupun moral.
Kelima, memperbaiki kondisi pemerintahan (ishlahul hukumah) sehingga menjadi pemerintah Islam yang baik, yaitu yang mampu memainkan perannya sebagai khadimul ummah (pelayan masyarakat).
Yang dimaksud pemerintahan Islam adalah pemerintah yang anggotanya terdiri dari kaum muslimin yang menunaikan kewajiban-kewajiban Islam, tidak terang-terangan dengan kemaksiatan, serta konsisten menerapkan hukum-hukum dan ajaran Islam. Tidak mengapa menggunakan orang-orang non Islam—jika dalam keadaan darurat—asalkan bukan untuk posisi strategis.
Beberapa sifat pemerintahan Islam yang harus diwujudkan adalah: rasa tanggung jawab, kasih sayang kepada rakyat, adil terhadap semua orang, tidak tamak terhadap kekayaan negara, dan ekonomis dalam penggunaannya.
Sedangkan beberapa kewajiban yang harus ditunaikan pemerintahan Islam antara lain: menjaga keamanan, menerapkan undang-undang, menyebarkan nilai-nilai ajaran, mempersiapkan kekuatan, menjaga kesehatan, melindungi keamanan umum, mengembangkan investasi dan menjaga kekayaan, mengukuhkan mentalitas, serta menyebarkan dakwah.
Keenam, mempersiapkan seluruh aset di dunia untuk kemaslahatan umat Islam (i’adatul kiyani ad-dauli lil ummatil Islamiyah). Hal demikian itu dilakukan dengan cara membebaskan seluruh negeri, membangun kejayaannya, mendekatkan peradabannya, dan menyatukan kata-katanya, sehingga dapat mengembalikan tegaknya kekuasaan khilafah yang telah hilang dan terwujudnya persatuan yang diimpi-impikan bersama.
Ketujuh, penegakan kepemimpinan dunia (ustadziyatul ‘alam) dengan penyebaran dakwah Islam di seantero negeri. Sehingga tidak ada lagi fitnah dan agama itu hanya untuk Allah belaka (QS. Al-Baqarah: 193); Dan Allah tidak menghendaki, selain menyempurnakan cahaya-Nya (QS. At-Taubah: 32).[16]
Posting Komentar
Terima kasih telah membaca, mudah-mudahan apa yang anda baca ada manfaatnya. Dengan senang hati, jika anda berkomentar pada tempat yang disediakan dengan bahasa yang santun..